Kepuasan Kerja
Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja atau kepuasan karyawan adalah ukuran dari tingkat kepuasan
pekerja dengan jenis pekerjaan mereka yang berkaitan dengan sifat dari tugas
pekerjaannya, hasil kerja yang dicapai, bentuk pengawasan yang diperoleh
maupun rasa lega dan menyukai terhadap pekerjaan yang ditekuninya.
Menurut
Jewell dan Siegall 1998 (dalam Prestawan 2010) beberapa aspek dalam mengukur
kepuasaan kerja:
1.
Aspek psikologis, berhubungan dengan kejiwaan karyawan
meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan ketrampilan.
2.
Aspek fisik, berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan,
pengaturan waktu kerja, pengaturan waktu istirahat, keadaan ruangan, suhu
udara, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur.
3.
Aspek sosial, berhubungan dengan interaksi sosial, baik
antar sesama karyawan dengan atasan maupun antar karyawan yang berbeda jenis
kerjanya serta hubungan dengan anggota keluarga.
4.
Aspek finansial, berhubungan dengan jaminan serta
kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besar gaji, jaminan sosial,
tunjangan, fasilitas dan promosi. (Jewell dan Siegall, 1998).
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pekerja, antara lain;
1) Faktor
Individu
Faktor
ini meliputi usia pegawai, kesehatan, kercerdasan (IQ), latar belakang
pendidikan, emosi, sikap kerja, pola pikir, dan kepribadian.
2) Faktor
Intrinsik Pekerjaan
Faktor
ini meliputi atribut kerja yang mengharuskan pegawai memiliki skill khusus,
tingkat kesulitan pekerjaan, kebanggaan atas suatu pekerjaan.
3) Gaji
dan Fasilitas
Faktor
penghasilan seringkali berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja seorang pegawai.
Selain itu, fasilitas jaminan kesehatan, jaminan hari tua, dan rumah, juga
menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja.
4) Pengawasan/
Penyeliaan
Pengawasan
dan supervisi sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja seorang
pekerja. Supervisi yang buruk dapat mengakibatkan hasil kerja yang tidak
maksimal dan tingginya turnover.
5) Rekan
Kerja dan Sosial
Hubungan
dengan rekan kerja sejawat juga berperan terhadap tingkat kepuasan kerja
seseorang. Seringkali kualitas hubungan dengan rekan kerja berpengaruh pada
hasil kerja para pegawai.
Selain
itu, faktor sosial di perusahaan dan di luar juga mempengaruhi job
satisfaction. Misalnya kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik,
hubungan keluarga, dan lain-lain.
6) Kondisi
Kerja
Faktor
ini meliputi situasi dan kondisi kerja, ventilasi, kantin, tempat parkir, dan
lain-lain. Keamanan kerja juga menjadi faktor penting dalam menunjang kepuasan
kerja karena mempengaruhi perasaan selama bekerja di suatu tempat.
Konsekuensi Kepuasan Kerja
Konsekuensi
kepuasan kerja dapat dirangkum sebagai berikut :
1) Kepuasan
dan Motivasi
Suatu
penelitian meta analisis yang dilakukan oleh A J Kinicki, dkk (2000) meliputi 9
hasil analisis yang melibatkan 2.237 orang pekerja mengungkapkan ada hubungan
yang positif dan signifikan antara motivasi dan kepuasan kerja. Karena kepuasan
dengan pengawasan berkorelasi secara signifikan dengan motivasi, para manager
disarnkan untuk mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi
kepuasan kerja. Para manager secara potensial meningkatkan motivasi para
karyawan melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja
2) Kepusan
dan Keterlibatan dalam Pekerjaan
Keterlibatan
dalam pekerjaan merupakan keterlibatan individu dengan peran dalam
pekerjaannya. Suatu meta analisis yang melibatkan 27.925 responden dari 87
penelitian yang berbeda menunjukkan bahwa keterlibatan dalam pekerjaan memiliki
keterkaitan dengan kepuasan kerja (S, P, Brown, 1996)
3) Kepuasan
dengan OCB
Kepuasan
kerja dianggap sebagai faktor utama yang mempengaruhi perilaku ekstra peran
(OCB). Berdasarkan meta analisis yang mencakup 6.746 orang yang terdiri dari 28
penelitian terpisah mengungkapkan adanya hubungan yang positif dan signifikan
antara perilaku sebagai anggota organisasi yang baik dengan kepuasan (Organ dan
Ryan, 1995).
Robbins
(2007) menjelaskan bahwa adalah logis menganggap kepuasan sebagai predictor
utama OCB, karena karyawan yang puas cenderung akan berbicara positif mengenai
organisais, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan
mereka. Selain itu, karyawan yang puas mungkin akan memberikan peran yang lebih
karena merespon pengalaman positif mereka.
4) Kepuasan
kerja dengan Komitmen Organisasi
Komitmen
organisasi mencerminkan bagaimana individu mengidentifikasikan dirinya dengan
organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya. Sebuah meta analisis dari 68
penelitian yang melibatkan 35.282 orang individu mengungkapkan adanya hubungan
yang kuat antara komitmen dan kepuasan kerja (Tett dan Meyer, 1993). Para
manager disarankan untuk meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan mendapatkan
tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang tinggi dapat
mempermudah terwujudnya produktivitas yang lebih tinggi (Matheu dan Zajac,
1990).
Ada
beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, diantaranya:
1) Menggunakan
skala indeks deskripsi jabatan (Job Description Index)
Skala
pengukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kendall, dan Hullin pada tahun 1969.
Cara penggunaaanya, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada karyawan
mengenai pekerjaan. Setiap pertanyaan yang diajukan, harus dijawab oleh
karyawan dengan menandai jawaban: ya, tidak, ragu-ragu. Dengan cara ini dapat
diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
2) Menggunakan
kuesioner kepuasan kerja Minnesota (minnesota satisfaction questionare)
Pengukuran
kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Weiss dan England pada tahun 1967. Skala
ini berisi tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu dari
alternatif jawaban: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, dan sangat
puas terhadap pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan jawaban jawaban tersebut
dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
3) Teknik minnesota
satisfaction questionare, pada dasarnya sama dengan menggunakan skala Likert.
kelebihan teknik ini antara lain :
a) Teknik
ini lebih simpel dibandingkan dengan teknik yang ketiga.
b) Teknik
ini lebih banyak memberikan alternative jawaban untuk responden dibandingkan
dengan teknik yang pertama.
4) Pengukuran
berdasarkan ekspresi wajah.
Pengukuran
kepuasan kerja dengan cara ini dikembangkan oleh Kunin pada tahun 1955.
Responder diharuskan memilih salah satu gambar wajah orang, mulai dari gambar
wajah yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut dan sangat cemberut.
Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui dengan melihat pilihan gambar yang
diambil responden.
Secara
jelas tingkat kepuasan kerja dapat diketahui dengan melakukan interview dengan
mereka. Konsekuensi yang dapat ditimbulkan oleh tingkat kepuasan kerja yang
dirasakan oleh masing-masing individu dalam organisasi di antaranva adalah
terkait dengan tingginya tingkat kemangkiran maupun tingkat mutasi atau
perpindahan kerja. Bilamana mutasi tidak mungkin diambil oleh individu, maka
akibat buruk yang dapat dirasakan adalah terkait dengan rendahnya tingkat
kinerja.
Faktor
sumber daya manusia merupakan tujuan utama dalam Pembangunan perusahaan hal ini
di karena hasil kinerja karyawan Sebagai penentu kelangsungan perusahaanK
inerja karyawan merupakan faktor penting dalam menjalankan sistem perusahaan
karena jika karyawan tidakmelakukan pekerjaannya perusahaan tersebut akan
mengalami kegagalan. Peningkatan kinerja dapat dilaksanakan melalui berbagai
kegiatan seperti, peningkatan kepuasan kerja dan semangat kerja.
Untuk
mengetahui kondisi kepuasan kerja melalui aspek ciri-ciri intrinsik pekerjaan,
gaji, penyeliaan, rekan kerja dan kondisi kerja. Semangat kerja diketahui
melalui dimensi semangat kerja yaitu: tingkat perilaku agresif, perasaan dalam
pekerjaan; kemampuan beradaptasi dan keterlibatan ego. Sedangkan kinerja
karyawan itu sendiri dapat dilihat dari: kualitas kerja, kuantitas kerja,
ketepatan waktu, efektifitas, kebutuhan pengawasan dan interpersonal impor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepuasan kerja dan semangat
kerja dengan kinerja karyawan.
Semangat
kerja atau moral kerja itu adalah sikap kesediaan perasaan yang memungkinkan
seorang karyawan untuk menghasilkan kerja yang lebih banyak dan lebih tanpa
menambah keletihan, yang menyebabkan karyawan dengan antusias ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha kelompok sekerjanya, dan membuat karyawan
tidak mudah kena pengaruh dari luar, terutama dari orang-orang yang mendasarkan
sasaran mereka itu atas tanggapan bahwa satu-satunya kepentingan pemimpin
perusahaan itu terhadap dirinya untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya darinya dan memberi sedikit mungkin.
Stres
merupakan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban
atasnya. Stres satu di antaranya dapat dialami oleh tenaga kesehatan. Tingkatan
stres dibagi menjadi ringan, sedang, dan berat yang dipengaruhi oleh faktor
yang berbeda-beda dari setiap individu.
1) Crisis
Intervention Ounseling sebagai metode yang digunakan untuk menolong dalam
situasi segera, bantuan jangka pendek kepada individu yang mengalami masalah
emosional, mental, fisik dan perilaku distress atau masalah dari
pengalaman atau kejadian seperti:
a) Bencana
alam
b) Pelecehan
atau pemerkosaan seksual, perampokan
c) Sakit
secara medik
d) Gangguan/sakit
mental
e) Percobaan
atau bunuh diri
f) Kehilangan,
cerai atau perubahan drastis dalam hubungan
2) Marriage
and Family Counseling menciptakan satu lingkungan yang aman atau nyaman
untuk dua pribadi dalam pernikahan menciptakan dan memediasi apa masalah yang
dimiliki masing-masing terhadap pasangan, memcahkan perbedaan dan bekerja sama
untuk saling meningkatkan pemahaman.
3) Relationship
Counseling menolong dua pribadi atau lebih dalam satu keluarga, pasangan,
pekerja atau majikan di dunia kerja, atau antara professional dengan klien
dalam hubungan satu upaya untuk mengenal dan mengelola lebih baik atau
rekonsiliasi perbedaan atau kesulitan dan mengulang pola dari distress.
4) Guidance
and Career Counseling membantu dan mengentaskan bagi individu yang mencari
pekerjaan, memutuskan di bidang akademik dan karir. Konselor menolong
mengevaluasi kemampuan, sikap, minat dan kepribadian siswa untuk mengembangkan
akademik, pererjaan dan tujuan karir secara realistic.
5) Rehabilitation
Counseling menolong individu dengan fisik, mental perkembangan yang
terlambat (gangguan otak) dan gangguan psikiater untuk mencapai hidup yang
produktif dan mandiri.
6) Mental
Health Counseling memberi perlakuan psikopatologi dan mempromosikan
kesehatan mental yang optimal dan hidup sehat.
Keberhasilan
suatu organisasi dalam mencapai sesuatu tujuan selain sangat ditentukan oleh
dan mutu profesionalitas juga ditentukan oleh disiplin para anggotanya. Bagi
aparatur pemerin-tahan disiplin tersebut mencakup unsur-unsur ketaatan,
kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam
arti mengorbankan kepentingan pribadi dan golongannya untuk kepentingan negara
dan masyarakat.
Dalam
Pasal 29 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 dinyatakan bahwa “Dengan
tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, maka
untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, diadakan Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil”.
Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur mengenai
kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan
dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang “Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil”. Dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
diatur ketentuan-ketentuan mengenai:
a) Kewajiban,
b) Larangan,
c) Hukuman
disiplin,
d) Pejabat
yang berwenang menghukum,
e) Penjatuhan
hukuman disiplin,
f) Keberatan
atas hukuman disiplin,
g) Berlakunya
keputusan hukuman disiplin.
Komentar
Posting Komentar