Sistematika Hukum yang Berlaku di Indonesia
Sistematika Hukum yang Berlaku di Indonesia
Sistem hukum
Indonesia merupakan perpaduan beberapa sistem hukum. Sistem hukum
Indonesia merupakan perpaduan dari hukum agama, hukum adat, dan hukum
negara eropa terutama Belandasebagai Bangsa yang pernah menjajah
Indonesia. Belanda berada di Indonesia sekitar 3,5 abad lamanya. Maka tidak
heran apabila banyak peradaban mereka yang diwariskan termasuk sistem hukum.
Bangsa Indonesia sebelumnya juga merupakan bangsa yang telah memiliki budaya
atau adat yang sangat kaya. Bukti peninggalan atau fakta sejarah mengatakan
bahwa di Indonesia dahulu banyak berdiri kerajaan-kerajaan hindu-budha seperti
Sriwijaya, Kutai, Majapahit, dan lain-lain. Zaman kerajaan meninggalkan
warisan-warisan budaya yang hingga saat ini masih terasa. Salah satunya adalah
peraturan-peraturan adat yang hidup dan bertahan hingga kini. Nilai-nilai
hukum adat merupakan salah satu sumber hukum di Indonesia.
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar maka tidak heran
apabila bangsa Indonesia juga menggunakan hukum agama terutama Islam sebagai
pedoman dalam kehidupan dan juga menjadi sumber hukum Indonesia.
Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme dibedakan
menjadi tiga era, yaitu: Era VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga
pendudukan Jepang.
a. Era VOC
Pada era penjajahan VOC, sistem hukum yang digunakan
bertujuan untuk:
1. Keperluan ekspolitasi ekonomi untuk membantu krisis
ekonomi di negera Belanda;
2. Pendisiplinan rakyat asli Indonesia dengan sistem yang
otoriter
3. Perlindungan untuk orang-orang VOC, serta keluarga, dan
para imigran Eropa.
Hukum Belanda diterapkan terhadap
bangsa Belanda atau Eropa. Sedangkan untuk rakyat pribumi, yang berlaku ialah
hukum-hukum yang dibuat oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata politik
& pemerintahan pada zaman itu telah mengesampingkan hak-hak dasar rakyat di
nusantara & menjadikan penderitaan yang pedih terhadap bangsa pribumi di
masa itu.
b. Era Liberal
Belanda
Tahun 1854 di Hindia-Belanda
dikeluarkan Regeringsreglement (kemudian dinamakan RR 1854) atau Peraturan
mengenai Tata Pemerintahan (di Hindia-Belanda) yang tujuannya adalah melindungi
kepentingan usaha-usaha swasta di tanah jajahan & untuk yang pertama
kalinya mencantumkan perlindungan hukum untuk rakyat pribumi dari pemerintahan
jajahan yang sewenang-wenang. Hal ini bisa dilihat dalam (Regeringsreglement)
RR 1854 yang mengatur soal pembatasan terhadap eksekutif (paling utama Residen)
& kepolisian, dan juga jaminan soal proses peradilan yg bebas.
Otokratisme administrasi kolonial
masih tetap terjadi pada era ini, meskipun tidak lagi sekejam dahulu.
Pembaharuan hukum yang didasari oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata
tidak dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi, sebab eksploitasi masih
terus terjadi.
c. Era Politik Etis
Sampai Kolonialisme Jepang
Politik Etis diterapkan di
awal abad ke-20. Kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung
dengan pembaharuan hukum antara lain:
1. Pendidikan bagi rakyat pribumi, termasuk juga pendidikan
lanjutan hukum;
2. Pendirian Volksraad, yaitu lembaga perwakilan untuk kaum
pribumi;
3. Manajemen organisasi pemerintahan, yang utama dari sisi
efisiensi;
4. Manajemen lembaga peradilan, yang utama dalam hal
profesionalitas;
5. Pembentukan peraturan perundang-undangan yg berorientasi
pada kepastian hukum.
Sampai saat hancurnya
kolonialisme Belanda, pembaruan hukum di Hindia Belanda meninggalkan warisan:
i) Pluralisme/dualisme hukum privat dan pluralisme/dualisme lembaga-lembaga
peradilan; ii) Pengelompokan rakyat ke menjadi tiga golongan; Eropa dan yang
disamakan, Timur Asing, Tionghoa & Non-Tionghoa, & Pribumi.
Masa penjajahan Jepang tidak
banyak terjadi pembaruan hukum di semua peraturan perundang-undangan yang tidak
berlawanan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sambil menghapus
hak-hak istimewa orang-orang Belanda & Eropa lainnya. Sedikit perubahan
perundang-undangan yang dilakukan: i) Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang
awalnya hanya berlaku untuk golongan Eropa & yang setara, diberlakukan juga
untuk kaum Cina; ii) Beberapa peraturan militer diselipkan dalam peraturan
perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang
terjadi adalah: i) Penghapusan pluralisme/dualisme tata peradilan; ii)
Unifikasi kejaksaan; iii) Penghapusan pembedaan polisi kota &
lapangan/pedesaan; iv) Pembentukan lembaga pendidikan hukum; v) Pengisian
secara besar-besaran jabatan-jabatan administrasi pemerintahan & hukum
dengan rakyat pribumi.
Era Revolusi Fisik
Sampai Demokrasi Liberal
a. Era Revolusi Fisik
i) Melanjutkan unfikasi badan-badan peradilan dengan
melaksanakan penyederhanaan;
ii) Mengurangi serta membatasi
peranan badan-badan pengadilan adat & swapraja, terkecuali badan-badan
pengadilan agama yg bahkan diperkuat dengan pembentukan Mahkamah Islam Tinggi.
b. Era Demokrasi
Liberal
Undang-undang Dasar Sementara
1950 yang sudah mengakui HAM. Namun pada era ini pembaharuan hukum & tata
peradilan tidak banyak terjadi, yang terjadi adalah dilema untuk mempertahankan
hukum & peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi
hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan
internasional. Selajutnya yang terjadi hanyalah unifikasi peradilan dengan
menghapuskan seluruh badan-badan & mekanisme pengadilan atau penyelesaian
sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950
tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan &
Kekuasaan Pengadilan.
Era Demokrasi
Terpimpin Sampai Orde Baru
a. Era Demokrasi
Terpimpin
Perkembangan dan dinamika hukum di era ini
i) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan & mendudukan
MA & badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif;
ii) Mengubah lambang hukum "dewi keadilan" menjadi
"pohon beringin" yang berarti pengayoman;
iii) Memberikan kesempatan kepada eksekutif untuk ikut
campur tangan secara langsung atas proses peradilan sesuai UU No.19/1964 &
UU No.13/1965;
iv) Menyatakan bahwa peraturan hukum perdata pada masa
pendudukan tidak berlaku kecuali hanya sebagai rujukan, maka dari itu hakim
harus mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional & kontekstual.
b. Era Orde Baru
Pembaruan hukum pada masa Orde
Baru dimulai dari penyingkiran hukum dalam proses pemerintahan dan politik,
pembekuan UU Pokok Agraria, membentuk UU yang mempermudah modal dari luar masuk
dengan UU Penanaman modal Asing, UU Pertambangan, dan UU Kehutanan. Selain
itu, orde baru juga melancarkan: i) Pelemahan lembaga hukum di bawah kekuasaan
eksekutif; ii) Pengendalian sistem pendidikan & pembatasan pemikiran kritis,
termasuk dalam pemikiran hukum; Kesimpulannya, pada era orba tidak
terjadi perkembangan positif hukum Nasional.
Periode Pasca Orde
Baru (1998 – Sekarang)
Semenjak kekuasaan eksekutif
beralih ke Presiden Habibie sampai dengan sekarang, sudah dilakukan 4 kali
amandemen UUD RI 1945. Beberapa pembaruan formal yang terjadi antara lain: 1)
Pembaruan sistem politik & ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum &
HAM; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
Daftar Pustaka
Juan Dynash. (31 Mei 2013). Sistem Pemerintahan Indonesia.
Diperoleh pada 27 Maret 2019, dari http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/05/sistem-hukum-indonesia.html
Komentar
Posting Komentar